Selasa, 03 Maret 2009

Cerita Mahabarata

Tokoh Arjuna dalam Cerita Wayang

Dia terkenal ksatria tampan rupawan sakti mandraguna punya segudang ilmu. Sebagai Maha perwira ia tidak saja menjunjung tinggi apa arti kewibaan bagi hidup manusia, tetapi juga memproses alam pikirannya untuk menjangkau sasaran akhir hayatnya dengan jalan gemar beribadat (tapa), agar kelak mendapat kemuliaan akhirat. Sementara dalam hal menggunakan senjata, orang ketiga keturunan Pandu ini sulit tandingannya. Kesemua ilmu itu diperoleh ketika menjadi mahasiswa jurusan ilmu perang di bawah asuhan Resi Dorna sebagai dosennya. Sedang di pemerintahan ia menjabat sebagai Adipati Madukara. Istri yang tetap adalah Sumbadra dan Srikandi.
Sebagai tokoh teladan apa yang dilakukan berdasarkan dermanya seorang ksatria. Luhur budinnya rendah hatinya, tetapi pantang mundur menghadapi kesulitan. Meonolong orang yang sedang kesulitan merupakan kewajiban utama baginya, tanpa memandang siapa orangnya dan dari golongan mana. Karena itu tidak mengherankan apabila ia sering pula di sengsarakan kaum Kurawa. Tapi semua itu diterima dengan kebesaran jiwa tanpa ada rasa dendam.
Wajah tampan yang dimiliki seolah menjadi modal hingga banyak digandrunggi putri-putri jelita, tetapi pantang memanfaatkan kesempatan untuk melayaninya. Keteguhan imannya terlalu kokoh dilanggar perbuatan yang asusila. Keutamaan lain jika ia berbuat salah tak segan menyerahkan diri untuk mendapat hukuman atau bahkan menghukung dirinya sendiri. Itulah kepribadian yang menonjol hingga patut mendapat gelar sebagai tokoh Teladan Jaya dalam susila.
Akan tetapi pada sisi lain ada perbedaan antara Arjuan sebagai tokoh teladan dengan apa yang sering dilukiskan dalam cerita wayang, di mana ia dianggap tokoh penjaja cinta beristri banyak beranak banyak pula. Dia dianggap lambang laki-laki jantan bukan saja dalam watak dan perbuatan hingga ia dijuluki “Lelananing Jagat”, tetapi juga dikenal laki-laki jantan dalam arti biologis, hingga sering ganti-ganti teman kencan dan sering menimbulkan khayalan yang spektakuler menjadi bahan olok-olokan kaum pria yang figurnya mirip tokoh Arjuna.
Memang dalam cerita wayang Arjuna banyak figurnya antara lain sebagai Damar Wulan dalam cerita wayang klitik dan dalam cerita menak dikategorikan sebagai Amir Hamzah yang digambarkan sebagai prototip tokoh budaya yang sudah ada sebelum Hindu datang di Indonesia. Dengan kata lain tokoh Mahabharata itu telah mengisi tokoh-tokoh yang sudah ada.
Akan tetapi jika kita simak jati diri Arjuna menurut versi Mahabharata, tidak seperti yang digambarkan masyarakat di negeri ini. Karena meskipun beristri banyak, yang benar-benar jatuh cinta secara murni hanya kepada seorang saja, yaitu Sumbadra. Sedang lainnya adalah sebagai imbalan atas jasa-jasanya. Adanya perbedaan antara Arjuna dalam pewayangan di negeri ini dengan Arjuna bersi mahabharata, karena dunia pewayangan di Indonesia mempunya konsep sendiri yang umurnya sudah ribuan tahun sebelum Hindu datang di negeri ini.
Mungkin dahulunya ada semacam kepercayaan yang berkaitan dengan kesuburan dalam bercocok tanama adalah hal yang utama dalam kehidupan. Karena itu ketika agama Hindu masuk ke Indonesia yang dipuja adalah patung “lingga Yoni”. Lingga ini adalah lambang ‘kelaki-lakian’ sedang Yoni adalah lambang ‘kewanitaan’. Maka Lingga Yoni itulah menurut kepercayaan mereka akan menghasilkan kesuburan dalam bercocok tanam. Sedang dalam dunia pewayangan Lingga dilambangkan oleh tokoh Arjuna dan Yoni adalah lambang putri, yang menurut kesustraan kuna, putri adalah lambang “Rasa sejati’ atau ‘Puncaknya Rasa’. Jadi itulah motif adanya anggapan Arjuna sebagai tokoh petualang cinta, tapi sebenarnya berdasarkan kepada alam pikiran kesuburan tadi. Suatu bukti bahwa Arjuna bukan petualang cinta dibuktikan dalam cerita Duryudana Rabi, yaitu perkawinannya dengan Banowati putri Prabu Salya dari Negara Mandaraka.
ketika Duryudana melamar, si putri jelita yang centil itu mengajukan permintaan yang amat sensitif yang tidak mungkin dipenuhi oleh si pelamar. Betapa tidak, karena permintaan itu adalah: Pertama, minta dimandikan oleh seorang laki-laki yang tampan melebihi laki-laki yang ada di Mandaraka dan Astina, Kedua, minta dirias oleh laki-laki yang tampan tadi, dan Ketiga, pada malam pertama minta tidur bersama laki-laki yang itu juga. Sanksinya apabila ketiga syarat itu ditolak, maka dengan sendirinya lamaran pun ditolak. Lalu siapakah laki-laki yang dimaksud itu, tidak lain adalah Arjuna.
Rupa-rupanya sang putri telah lama menaruh hati kepada putra ketiga Dewi Kunti itu, sehingga ia nekad akan memberikan kesuciannya sebelum kepada laki-laki yang berhak memilikinya menurut hukum perkawinan. Tentu saja hal ini merupakan problem yang amat sulit dan serba salah bagi Duryudana. Dipenuhi permintaannya diragukan kesucian calon istrinya. Tidak dipenuhi maka keinginan untuk mempersunting wanita idamannya hanya sebatas mimpi belaka. Ununglah Arjuna tanggap atas kesulitan yang dihadapi Duryudana. Maka ia menyarankan agar permintaan Banowati dipenuhi dengan jaminan, calon istrinya akan tetap dalam keadaan suci.
Pernyataan itu dibuktikan setelah ketiga syarat yang diminta Banowati dilaksanakan, baik waktu sang putri dimandikan, dirias maupun ketika tidur bersama di mana Arjuna telah mempersiapkan diri dengan mantra penangkal nafsu birahi, baik utnuk Banowati maupun bagi dirinya. Terlebih di saat tidur berduaan di kamar pengantin, di saat yang amat kritis itu Arjuna memapatkan aji sirepnya hingga sang putri yang cantik dan genit itu, tak mampu menahan kantuk dan tertidur pulas. Di saat itu pula Arjuna mempersilahkan Duryudana menggantikan tidur bersama putri idamannya. Betapa lhur budi dan kuatnya iman laki-laki yang bernama Arjuna itu. Barangkali tak semua laki-laki dalam dunia pewayangan mampu menahan nafsu seperti dia walau ini hanya sebuah cerita saja.
Demikianlah Arjuna seorang ksatria utama berhasil memerangi hawa nafsunya, sehingga dia dijuluki ‘Arjuna Jaya Susila’
Ebet Kadarusman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar